Di Paksa Menikah

Chapter 152 BAB 149

Keesokan harinya, saat Ricko hendak berangkat bekerja, Intan meminta izin pada Ricko hendak pergi ke rumah orang tuanya. Sudah lama ia tidak bertemu ibunya. Ia merasa sangat rindu pada suasana rumah dan masakan ibunya. Ricko pun akhirnya membatalkan pekerjaanya dan mengantar Intan pergi ke rumah orang tuanya.

Sesampainya di rumah Pak Ramli, Intan menganjurkan Ricko untuk pergi bekerja, tapi Ricko menolaknya. Ia ingin menemani Intan berkunjung ke rumah orang tuanya. Saat Intan membuka pintu rumahnya, ternyata pintunya dikunci, itu pertanda di rumah itu tidak ada orang satu pun. Untung saja Intan membawa kunci cadangan, sehingga mereka bisa masuk ke dalam rumah. Ketika Intan akan masuk ke dalam rumah, tetangga depan rumah memanggilnya.

“Intan!” panggil Bu Tina sambil berjalan menghampiri Intan. Intan pun tidak jadi masuk ke dalam rumah dan menoleh ke belakang.

“Iya?” jawab Intan.

“Di rumahmu enggak ada orang, pada pergi semua,” ujar Bu Tina memberi tahu.

“Ke mana?” tanya Intan sambil mengerutkan dahinya.

“Hari ini Johan wisuda, jadi bapak sama ibu kamu datang ke sekolahnya,” jawab Bu Tina menjelaskan.

“Oh begitu, makasih Bu Tina atas informasinya,” balas Intan sambil tersenyum.

“Iya sama – sama. Eh Ntan, badan kamu makin gemuk, kamu hamil?” tanya Bu Tina lagi.

“Iya baru dua bulan,” jawab Intan.

“Loh, bukannya kamu menikah baru minggu - minggu ini kan?” tanya Bu Tina lagi yang semakin penasaran.

“Ehm,” dehem Ricko dengan keras untuk menghentikan pembicaraan mereka yang mulai tidak enak.

“Eh Ntan, aku pulang dulu ya,” pamit Bu Tina pada Intan, Intan mengangguk sambil tersenyum canggung.

“Ayo pulang, di rumah juga tidak ada orang. Besok saja aku antar ke sini lagi,” ucap Ricko pada Intan.

“Iya Mas,” jawab Intan pasrah.

Di tengah perjalanan, Intan memegangi perutnya. Ia merasa lapar dan ingin makan sesuatu. Ia pun merengek pada Ricko.

“Mas, aku lapar,” ucap Intan pada Ricko.

“Bukannya belum ada tiga jam kita baru sarapan ya?” tanya Ricko pada Intan sambil tetap fokus mengemudi.

“Iya, tapi aku kan dimakan bertiga makanannya Mas,” jawab Intan.

“Mau makan apa?” tanya Ricko.

“Mmm ke tempat makan yang waktu itu aku makan sama Mas Romi, makanannya enak banget loh Mas, udah lama aku pengen ngajak Mas Ricko makan di sana,” jawab Intan dengan antusias.

“Jadi, kamu mau bernostalgia makan sama Romi ceritanya?” tanya Ricko mulai cemburu.

“Bukan begitu Mas, biar kamu tahu rasanya makanan di sana,” jawab Intan merayu.

“Kita pulang saja, musim Virus Corona kita tidak boleh pergi ke tempat yang ramai,” balas Ricko menasehati Intan.

“Iya Mas,” jawab Intan pasrah.

Tidak lama kemudian ponsel Intan berbunyi menandakan ada pesan masuk. Intan pun mengambil ponselnya dari dalam tas lalu membuka pesan masuk itu dan membacanya.

Adit : Intan, apa kabar? Aku hanya ingin memberitahu kamu bahwa aku tidak jadi daftar polisi, tapi akan kuliah di kampus ABC karena kakakku juga kuliah di sana.

Apa? Jadi Adit kuliah di kampus ABC juga? Kalau Mas Ricko tahu, bisa marah dia, tapi aku sudah terlanjur mendaftar juga di sana. Batin Intan.

Intan : Aku baik Dit, kenapa tidak jadi mendaftar polisi?

Adit : Alhamdulillah kalau begitu, aku ikut senang mendengarnya. Mamaku yang melaranganya, ya aku nurut aja. Hihi.

“Pesan dari siapa?” tanya Ricko yang dari tadi fokus mengemudi.

“Temanku Mas,” jawab Intan sambil tersenyum.

Ricko pun tidak memperpanjang pertanyaannya dan terus fokus mengemudi supaya cepat sampai di rumah.

Terima kasih atas dukungan kakak - kakak sekalian baik berupa like, komen semangat, dan vote poin / koin.

Tap the screen to use advanced tools Tip: You can use left and right keyboard keys to browse between chapters.

You'll Also Like