Di Paksa Menikah
Chapter 175 BAB 172
Satu bulan kemudian
Usia kandungan Intan sudah menginjak enam bulan. Perutnya semakin membuncit karena mengandung anak kembar. Tiap kuliah Intan hampir tidak pernah bertemu dengan Adit karena mereka beda fakultas. Sedangkan Intan sekarang kalau kuliah diantar dan ditunggui seorang supir yang diperintahkan Ricko. Karena Ricko harus bekerja, sehingga ia tidak bisa mengantar Intan kuliah secara pribadi.
Sudah satu bulan Intan kuliah di kampus. Ia tidak mau kuliah privat di rumah karena itu akan membosankan menurut Intan. Hari ini Intan berangkat kuliah seperti biasanya. Ia turun dari mobil sambil memegangi perutnya yang besar. Kedua sahabatnya menyambutnya. Melly membawakan tas Intan, sedangkan Vina membantu Intan berjalan.
“Di mana Rita?” tanya Intan pada kedua sahabatnya sambil berjalan menuju kelasnya.
“Belum datang kayaknya,” jawab Melly santai.
“Eh Ntan, enak ya kamu waktu ospek cuma tiduran doang di ruang kesehatan. Enggak kayak kita-kita rasanya disiksa hampir mau mati,” cerocos Vina sambil berjalan menuju kelasnya.
“Ya mau gimana lagi, aku kan sedang hamil. Aku tiduran di ruang kesehatan juga atas perintah Kak Ali,” jawab Intan dengan santainya.
Tidak berapa lama dosen pun masuk ke dalam kelas dan pelajaran dimulai. Intan melihat ke sekeliling, tapi Rita belum menampakkan batang hidungnya. Sudah seminggu ini Rita jarang berinteraksi dengan Intan, Vina, dan Melly. Intan mulai merasa ada yang tidak beres dengan Rita.
“Ke rumah Rita yuk? Apa dia sakit sampai tidak masuk kuliah?” ajak Intan pada kedua sahabatnya.
“Ide bagus tu,” sahut Vina seraya menjentikkan jarinya.
Sesampainya di rumah Rita, ternyata Rita tidak ada di rumahnya. Tadi pagi pun ia pamit berangkat kuliah pada tantenya, tapi ia tidak masuk kuliah. Rita tinggal dengan tantenya karena ibunya menikah lagi setelah kematian ayahnya.
“Jadi ke mana Rita pergi?” tanya Intan sambil berpikir. Melly dan Vina hanya mengangkat kedua bahunya.
“Ya sudah, ayo kita pulang. Nanti kita hubungi Rita,” ajak Melly. Intan dan Vina pun setuju.
Pulang dari rumah Rita, Intan diantar supirnya ke perusahaan Ricko. Karena berangkat bersama-sama, otomatis pulang juga harus bersama-sama. Ketika mobil Intan sampai di depan pintu lobby perusahaan, Ricko sudah menunggunya sejak tadi.
“Dari mana saja?” tanya Ricko saat sudah duduk di samping Intan.
“Ke rumah Rita sebentar, Mas … “ jawab Intan dengan lembut.
“Ada apa?” tanya Ricko sambil membelai puncak kepala Intan.
“Dia tidak masuk kuliah. Akhir-akhir ini juga jarang nimbrung sama kita-kita,” tutur Intan menjelaskan.
“Lalu?” tanya Ricko.
“Dia juga tidak ada di rumahnya. Aku jadi khawatir Mas,” balas Intan.
“Rita sudah dewasa. Kamu tidak perlu mengkhawatirkannya. Pikirkan anak kita saja. Ayo kita ke mall membeli keperluan mereka sebelum mereka lahir,” ajak Ricko. Intan pun menyetujuinya.
Mall
Intan memilih-milih pakaian bayi di dalam baby shop dan Ricko mengikuti dibelakangnya sambil mendorong keranjang belanja. Ketika Intan melihat baju bayi lucu yang di gantung di kaca depan, ia seperti melihat bayangan Rita berjalan dengan seorang cowok. Intan mengeryitkan dahinya dan bertanya-tanya siapa cowok yang bersama Rita.
“Mas itu Rita kan?” tanya Intan seraya menarik tangan Ricko yang tengah asyik memainkan ponselnya.
“Mas … lihat dong … jangan main ponsel mulu … “ imbuh Intan seraya mengambil ponsel Ricko.
“Mana?” tanya Ricko mencari sosok Rita.
“Tu kan jadi ilang. Mas Ricko sih telat … “ gerutu Intan seraya cemberut.
“Maaf sayang … “ balas Ricko seraya membelai rambut Intan.
Usia kandungan Intan sudah menginjak enam bulan. Perutnya semakin membuncit karena mengandung anak kembar. Tiap kuliah Intan hampir tidak pernah bertemu dengan Adit karena mereka beda fakultas. Sedangkan Intan sekarang kalau kuliah diantar dan ditunggui seorang supir yang diperintahkan Ricko. Karena Ricko harus bekerja, sehingga ia tidak bisa mengantar Intan kuliah secara pribadi.
Sudah satu bulan Intan kuliah di kampus. Ia tidak mau kuliah privat di rumah karena itu akan membosankan menurut Intan. Hari ini Intan berangkat kuliah seperti biasanya. Ia turun dari mobil sambil memegangi perutnya yang besar. Kedua sahabatnya menyambutnya. Melly membawakan tas Intan, sedangkan Vina membantu Intan berjalan.
“Di mana Rita?” tanya Intan pada kedua sahabatnya sambil berjalan menuju kelasnya.
“Belum datang kayaknya,” jawab Melly santai.
“Eh Ntan, enak ya kamu waktu ospek cuma tiduran doang di ruang kesehatan. Enggak kayak kita-kita rasanya disiksa hampir mau mati,” cerocos Vina sambil berjalan menuju kelasnya.
“Ya mau gimana lagi, aku kan sedang hamil. Aku tiduran di ruang kesehatan juga atas perintah Kak Ali,” jawab Intan dengan santainya.
Tidak berapa lama dosen pun masuk ke dalam kelas dan pelajaran dimulai. Intan melihat ke sekeliling, tapi Rita belum menampakkan batang hidungnya. Sudah seminggu ini Rita jarang berinteraksi dengan Intan, Vina, dan Melly. Intan mulai merasa ada yang tidak beres dengan Rita.
“Ke rumah Rita yuk? Apa dia sakit sampai tidak masuk kuliah?” ajak Intan pada kedua sahabatnya.
“Ide bagus tu,” sahut Vina seraya menjentikkan jarinya.
Sesampainya di rumah Rita, ternyata Rita tidak ada di rumahnya. Tadi pagi pun ia pamit berangkat kuliah pada tantenya, tapi ia tidak masuk kuliah. Rita tinggal dengan tantenya karena ibunya menikah lagi setelah kematian ayahnya.
“Jadi ke mana Rita pergi?” tanya Intan sambil berpikir. Melly dan Vina hanya mengangkat kedua bahunya.
“Ya sudah, ayo kita pulang. Nanti kita hubungi Rita,” ajak Melly. Intan dan Vina pun setuju.
Pulang dari rumah Rita, Intan diantar supirnya ke perusahaan Ricko. Karena berangkat bersama-sama, otomatis pulang juga harus bersama-sama. Ketika mobil Intan sampai di depan pintu lobby perusahaan, Ricko sudah menunggunya sejak tadi.
“Dari mana saja?” tanya Ricko saat sudah duduk di samping Intan.
“Ke rumah Rita sebentar, Mas … “ jawab Intan dengan lembut.
“Ada apa?” tanya Ricko sambil membelai puncak kepala Intan.
“Dia tidak masuk kuliah. Akhir-akhir ini juga jarang nimbrung sama kita-kita,” tutur Intan menjelaskan.
“Lalu?” tanya Ricko.
“Dia juga tidak ada di rumahnya. Aku jadi khawatir Mas,” balas Intan.
“Rita sudah dewasa. Kamu tidak perlu mengkhawatirkannya. Pikirkan anak kita saja. Ayo kita ke mall membeli keperluan mereka sebelum mereka lahir,” ajak Ricko. Intan pun menyetujuinya.
Mall
Intan memilih-milih pakaian bayi di dalam baby shop dan Ricko mengikuti dibelakangnya sambil mendorong keranjang belanja. Ketika Intan melihat baju bayi lucu yang di gantung di kaca depan, ia seperti melihat bayangan Rita berjalan dengan seorang cowok. Intan mengeryitkan dahinya dan bertanya-tanya siapa cowok yang bersama Rita.
“Mas itu Rita kan?” tanya Intan seraya menarik tangan Ricko yang tengah asyik memainkan ponselnya.
“Mas … lihat dong … jangan main ponsel mulu … “ imbuh Intan seraya mengambil ponsel Ricko.
“Mana?” tanya Ricko mencari sosok Rita.
“Tu kan jadi ilang. Mas Ricko sih telat … “ gerutu Intan seraya cemberut.
“Maaf sayang … “ balas Ricko seraya membelai rambut Intan.
You'll Also Like
-
Citizen Lord: Let me draw a card? I choose it myself!
Chapter 1033 22 hours ago -
Fairy Tail: Master eight types of dragon-slaying magic at the start!
Chapter 135 22 hours ago -
My son is obviously a playboy, how come he became the tiger of the empire?
Chapter 414 22 hours ago -
Conan's Landing Full Reputation
Chapter 255 22 hours ago -
Pokémon: Starting at the Silver Conference
Chapter 644 22 hours ago -
The God of Wealth: All men are my tools to cash in and become beautiful
Chapter 252 22 hours ago -
Was fired and opened a gourmet food store
Chapter 295 22 hours ago -
Samsara Paradise: Dream Weaver of Connections
Chapter 754 22 hours ago -
Konoha: Reforge the glory of Uchiha!
Chapter 147 22 hours ago -
Let them show their loyalty!
Chapter 572 22 hours ago