Di Paksa Menikah

Chapter 178 BAB 175

Sita keluar dari dalam kamarnya setelah berganti pakaian. Ia melihat Romi yang tengah duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Tiba-tiba matanya tertuju pada koper yang tidak jauh dari Romi. Sita mengernyitkan dahinya merasa heran.

“Ini koper Kak Romi?” tanya Sita sambil menunjuk koper Romi.

“Iya, kenapa?” tanya Romi sambil menatap Sita.

“Kak Romi mau menginap di sini?” tanya Sita lagi.

“Iya. Apa kamu tega aku pulang pergi dalam satu hari? Tempat ini jauh lo Sita … “ jawab Romi seraya menaruh ponselnya di atas meja.

“Iya aku tahu, tapi apartemen ini hanya punya satu kamar Kak … “ tutur Sita menjelaskan.

“Lalu kenapa?” tanya Romi.

“Tidak mungkin kan kita tidur satu kamar?” balas Sita seraya menghampiri Romi dan duduk di sampingnya.

“Sebentar lagi kita akan menikah. Apa bedanya tidur satu kamar sekarang atau nanti?” ucap Romi seraya menyampirkan tangan kanannya pada bahu Sita. Sita memandang tangan Romi yang nemplok di bahunya. Ia merasa merinding dan takut.

“Masih lama Kak, dua tahun lagi,” bantah Sita.

“Terserah kamu. Sekarang aku mau mandi,” ucap Romi seraya berdiri dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar mandi Sita setelah mengambil handuk dan pakaian ganti.

Setelah Romi mandi, mereka jalan-jalan keluar untuk mencari makan dengan berjalan kaki. Karena ini area kampus dan wisata, sehingga banyak orang berjualan makanan di sepanjang jalan itu. Sita mengajak Romi masuk ke sebuah depot langganannya.

“Tiap hari kamu beli makan?” tanya Romi saat memasuki depot itu.

“Kadang Kak. Aku sibuk kuliah dan belajar, jadi aku tidak sempat memasak,” jawab Sita.

Setelah mendapatkan tempat duduk, mereka memesan makanan. Dua puluh menit kemudian makanan datang. Sita dan Romi pun makan dalam diam. Tidak ada yang berbicara di antara mereka. Hubungan mereka memang masih belum terlalu akrab. Apalagi pertunangan mereka tiga bulan yang lalu juga karena terpaksa gara-gara Pak  Bambang yang tiba-tiba menyuruh Romi untuk melamar Sita.

Setelah makan, mereka segera kembali ke apartemen. Kini mereka sedang menonton televisi bersama. Sita duduk sambil membaca buku kuliahnya, sedangkan Romi memencet-mencet remote control televisi mencari acara yang menarik.

Tidak lama kemudian bel pintu berbunyi. Sita segera bangkit untuk membuka pintu dan melihat siapa yang datang. Saat ia membuka pintu, seperti biasa Lusi teman Sita langsung menyerobot masuk. Tadinya Sita mau bilang kalau jangan masuk dulu, tapi Lusi sudah terlanjur masuk dan melihat Romi.

“Wah ada abang ganteng nih. Ini kakak kamu ya Sita?” tanya Lusi sambil duduk dan memangku bantal tidak jauh dari Romi. Romi menoleh pada Lusi dan tersenyum sopan.

“Kenalin saya Lusi. Teman sekaligus tetangga Sita. Unit aku tepat di sebelah kamar Sita. Mampir dong Bang … “ ucap Lusi seraya menjabat tangan Romi. Romi pun meringis canggung tanpa berkata apa-apa.

“Lusi … dia … “ Belum sempat Sita melanjutkan kata-katanya, Lusi sudah memotongnya. Padahal dia mau mengatakan kalau Romi adalah tunangannya.

“Ssssttt. Udah enggak usah dijelasin, ini pasti Kak Ricko kan? Yang pernah kamu ceritain?” tebak Lusi meskipun salah dengan menaruh jari telunjuk di depan bibirnya.

Sita menepuk dahinya dengan telapak tangan. Namun, setelah dipikir-pikir akhirnya Sita pasrah. Lebih baik Lusi mengira Romi kakaknya dari pada tunangannya. Karena Romi akan menginap di apartemennya malam ini, jadi ia tidak mengatakan yang sebenarnya supaya Lusi tidak berpikir yang tidak-tidak.

Tap the screen to use advanced tools Tip: You can use left and right keyboard keys to browse between chapters.

You'll Also Like